Saling Klaim Lahan Pusat Niaga Mega Ria Cikupa, Ini Penjelasan Warga

POTRETTANGERANG.ID, Kabupaten Tangerang – Polemik pembangunan Pusat Niaga Mega Ria Cikupa masih terus bergulir. Kedua pihak antara Pemerintah Desa Cikupa dan belasan warga mengklaim memiliki hak atas lahan.
Ditengah polemik yang kembali mencuat ke permukaan, warga Kecamatan Cikupa yang pernah menempati lahan tersebut, akhirnya angkat bicara terkait riwayat tanah itu.
H Abdul Malik (85) merupakan generasi kedua yang menempati lahan tersebut mengaku, orang tuanya pertama kali menempati sejak 1947. Pemerintah terdahulu mengijinkan orangtua pihaknya menempati lahan itu, usai beliau mengungsi dari Balaraja.
“Lahan tersebut merupakan lahan pemerintah yang orang tua kami jadi tempat tinggal dan usaha dengan perjanjian pinjam pakai,” ungkap H Abdul kepada awak media kemarin.
H Abdul menjelaskan, lahan Pusat Niaga Mega Ria Cikupa itu, merupakan aset milik pemerintah Desa Cikupa.
“Alasan kami menerima kerohiman berupa ganti rugi bangunan, bukan ganti rugi lahan ya, karena memang itu lahan bukan milik keluarga kami. Jadi kami serahkan secara cuma-cuma lahannya,” terangnya.
”Memang dulu itu pernah ada pengajuan agar lahan tersebut menjadi hak milik warga, namun program tersebut ditolak oleh pemerintah. Waktu itu masih Jawa Barat,” tandas pensiunan PNS ini.
Sementara, warga lainnya, H Ahmad Hidayat mengaku, tidak ikut bertahan dan melakukan penolakan terhadap pembangunan pasar di lahan tersebut.
Menurutnya, sebagian besar warga telah memilih menyetujui dana kerohiman dan meninggalkan lahan tersebut, karena mengakui bahwa tanah itu aset milik pemerintah Desa Cikupa.
“Kami merasa tidak punya hak atas lahan tersebut, maka kami meninggalkanya. Tanah itu aset milik pemerintah Desa Cikupa, bukti-buktinya ada,” kata Dayat didampingi sejumlah warga lainnya.
Menurut H. Dayat, dirinya adalah generasi ketiga dari keluarganya menempati lahan tersebut.
“Sejak awal menempati, orang tua saya berpesan bahwa jika suatu hari nanti tanah itu akan digunakan oleh pemerintah, maka harus diserahkan karena tanah itu aset milik pemerintah Desa Cikupa,” tutur H. Dayat sambil menunjukkan bukti pinjam pakai lahan.
Pria yang akrab disapa Dokay ini menegaskan, bahwa selain menjalankan amanat orangtuanya, ia rela meninggalkan lahan itu untuk mencegah konflik generasi berikutnya dan upaya penyelamatan aset pemerintah desa.
“Walaupun dari generasi ketiga menempati lahan itu. Saya cukup tahu sejarahnya. Dulu para pejabat jika ke sini makannya di warung ibu saya. Toh di lokasi ada los beton dan pusat pemerintahan kecamatan Cikupa sebelum pindah,” imbuhnya. (Bam/Yip)
